Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mngusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani mrupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin.
Ada banyak definisi ilmu usahatani yang diberikan. Berikut ini beberapa definisi menurut beberapa pakar,
Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi seperti lahan, tenaga, dan modal sebagai dasar bagaimana petani memilih jenis dan besarnya cabang usahatani berupa tanaman atau ternak sehingga memberikan hasil maksimal dan kontinyu.
Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara mengorganisasikan dan mengoperasikan unit usahatani dipandang sudut efisien dan pendapatan yang kontinyu.
Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari norma-norma yang digunakan untuk mengatur usaha tani agar memperoleh pendapatan yang setinggi-tingginya.
• Menurut Prawirokusumo (1990)
Ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian, peternakan, atau perikanan. Selain itu, juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana membuat dan melaksanakan keputusan pada usaha pertanian, peternakan, atau perikanan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati oleh petani/peternak tersebut.
• Menurut Soekartawi (1995)
Bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.
• Menurut Adiwilaga (1982),
Ilmu usahatani adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan orang melakukan pertanian dan permasalahan yang ditinjau secara khusus dari kedudukan pengusahanya sendiri atau Ilmu usahatani yaitu menyelidiki cara-cara seorang petani sebagai pengusaha dalam menyusun, mengatur dan menjalankan perusahaan itu.
Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan melalui produksi pertanian yang berlebih maka diharapakan memperoleh pendapatan tinggi. Dengan demikian, harus dimulai dengan merencanakan untuk menentukan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi pada waktu yang akan datang secara efisien sehingga dapat diperoleh pendapatan yang maksimal. Dari definisi tersebut juga terlihat ada pertimbangan ekonomis di samping pertimbangan teknis.
• Uraikan dengan jelas mengenai Tri Tunggal Usahatani
Dalam usahatani ada tiga elemen pokok yaitu lahan, tanaman atau ternak yang akan dibudidayakan dan petani sebagai juru tani dan pengelola usahatani. Hubungan antara ketiga elemen pokok ini tak dapat dipisahkan satu sama lain, dan oleh karenanya disebut sebagai TRI TUNGGAL USAHATANI.
Kemampuan lahan sebagai input pertanian dinilai dari :
• Kesesuaian lahan untuk ditanami jenis tanaman tertentu. Makin banyak jenis tanaman yang sesuai ditanam di lahan tersebut maka kemampuan lahan akan semakin tinggi.
• Kemampuan lahan untuk berproduksi. Lahan yang subur akan mampu menghasilkan produksi tanaman yang tinggi. Oleh karena itu lahan yang subur memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.
• Kemampuan lahan untuk diolah secara berlanjut. Lahan yang dirawat melalui konservasi lahan, terutama yang letaknya di lereng-lereng pegunungan akan bernilai lebih tinggi dibandingkan lahan tidur yang tak pernah dirawat
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi baik buruknya kelas kemampuan lahan pertanian adalah:
Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu, tanaman adalah pabrik pertanian primer. Tumbuhan dapat mengambil gas karbondioksida dari udara me-lalui daunnya. Akar tumbuhan menyerap hara dari dalam tanah. Selanjutnya dengan memanfaatkan sinar matahari, tanaman melakukan proses fotosintesis yang menghasilkan biji, buah, serat dan minyak.
Dalam menjalankan usahataninya, petani memiliki dua peran yaitu sebagai kultivator (juru tani) dan manajer (pengelola) adalah sebagai juru tani. Dalam melakukan perannya sebagai juru tani, petani melakukan berbagai kegiatan seperti menyemaikan benih, menanam, menyiang, mengatur irigasi serta melindungi tanaman terhadap hama, penyakit dan gulma. Peran petani sebagai pengelola mencakup tak hanya keterampilan fisik semata namun lebih merujuk pada keterampilan berpikir, mengatur dan mengorganisasikan usahatani. Tugas petani terpenting sebagai manajer adalah mengambil keputusan bisnis, termasuk melakukan tawar menawar dalam proses pemasaran dan negosiasi bisnis lainnya.
Sejarah Perkembangan Usahatani Di Indonesia Mulai Dari Jaman Penjajahan Hingga Sekarang.
Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dan dominan dalam kehidupan bangsa Indonesia dari sejak sebelum kemerdekaan. Sebagian besar penduduk berada di perdesaan dan bersandar pada sektor pertanian. Produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat hampir seluruhnya dihasilkan oleh pertanian rakyat. Namun demikian selama masa penjajahan, pertanian rakyat tidak banyak mengalami kemajuan. Bahkan di Jawa, petani pada dasarnya mensubsidi perusahaan besar dengan upah dan sewa tanah yang rendah. Sebagai warisan kolonial struktur pertanian bersifat dualistik, antara sektor pertanian rakyat yang tradisional dengan usaha pertanian besar khususnya perkebunan yang modern yang ditangani oleh kaum pendatang.
Dalam rangka politik etis, pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1905 mendirikan Departemen Landbouw, Neiverheid en Handel (Departemen Pertanian, Kerajinan dan Perdagangan), disusul dengan pembentukan Landbouw Voorlichtings Dienst (Dinas Penyuluhan Pertanian) pada tahun 1910 sebagai cikal bakal Dinas Pertanian Rakyat. Namun lembaga tersebut tidak efektif dalam mentransformasikan pertanian rakyat karena memang usaha ke arah itu tidak dilakukan dengan sangat sungguh-sungguh.
Sejak awal kemerdekaan, pemerintah memberikan perhatian khusus pada pembangunan pertanian. Upaya pokok untuk meningkatkan produksi guna memenuhi kebutuhan pangan penduduk dititikberatkan pada peningkatan produktivitas usaha tani. Pada tahun 1947 melalui "Rencana Kasimo", diupayakan peningkatan produksi pangan melalui perbaikan usaha tani. Setelah pengakuan kedaulatan ada "Rencana Kesejahteraan Istimewa" (RKI) yang merencanakan pembangunan Balai Benih, pengelolaan dan perbaikan pengairan perdesaan, pembangunan Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD), Percobaan Pengusahaan Tanah Kering (PPTK), perbaikan lahan kritis, serta pembangunan taman ternak dan pusatpusat pembibitan ternak. Pada tahun 1958 didirikan "Padi Sentra", yaitu intensifikasi yang dipusatkan pada sentra-sentra produksi padi melalui pemberian kredit natura dan modal kerja kepada petani. Dengan terus meningkatnya impor beras, Kementerian Pertanian Kabinet Kerja memutuskan bahwa dalam tiga tahun sejak tahun 1959 Indonesia harus sudah swasembada beras, dan untuk itu dibentuk Komando Operasi Garakan Makmur (KOGM). Namun upaya-upaya tersebut tidak dapat terlaksana karena situasi politik dan keamanan yang senantiasa bergejolak dan terbatasnya dana yang dapat disediakan untuk mendukung pelaksanaannya.
Konsep intensifikasi kemudian diperbaharui berdasarkan hasil Pilot Proyek Demonstrasi Panca Usaha Lengkap yang dilakukan di Karawang pada musim tanam (MT) 1963/64. Panca Usaha merupakan paket teknologi berupa penggunaan bibit unggul, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, perbaikan pengolahan lahan, serta pengaturan tata air irigasi. Pada MT 1964/65 dilaksanakan Demonstrasi Massal (Demas) intensifikasi seluas 10.200 hektare di 15 propinsi sentra produksi dengan hasil yang sangat menggembirakan. Namun kondisi sosial ekonomi dan politik pada saat itu sangat tidak memungkinkan bagi penerapan konsep intensifikasi ini secara cepat dan meluas. Bahkan kegiatan petani sangat terganggu dengan memanasnya situasi politik terutama karena agitasi Barisan Tani Indonesia (BTI) yang merupakan bagian dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Produksi pertanian terutama beras mengalami stagnasi yang diikuti dengan kenaikan harga yang tinggi.
Dalam situasi demikian lahirlah Orde Baru yang bertekad untuk memperbaiki seluruh aspek kehidupan bangsa, termasuk kehidupan ekonomi, kembali secara murni dan konsekuen pada pengamalan Pancasila dan pelaksanaan UUD 1945. Setelah melalui masa stabilisasi dan rehabilitasi, dilancarkan pembangunan nasional dengan titik berat pada pembangunan ekonomi yang ditekankan pada pembangunan sektor pertanian dengan sasaran terutama pada peningkatan produksi pangan dan penciptaan lapangan kerja sekaligus untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Upaya untuk membangun sektor pertanian pada saat itu dititik beratkan pada program intensifikasi yang dikenal dengan Bimbingan Massal (Bimas) yang merupakan pelaksanaan Panca Usaha lengkap didukung oleh bantuan kredit murah. Pada tahun 1968 diperkenalkan varietas unggul baru PB5 dan PB8 yang memiliki potensi produksi lebih tinggi, tanggap terhadap pemupukan, dan berumur pendek serta lebih tahan terhadap hama penyakit dibanding varietas unggul sebelumnya. Dengan makin meluasnya pelaksanaan Bimas dan makin tumbuhnya kesadaran petani untuk menerapkan teknologi anjuran, maka sejak tahun 1968 dilaksanakan program Intensifikasi Massal (Inmas) yang merupakan program intensifikasi tanpa bantuan kredit murah.
Guna mensukseskan pelaksanaan program intensifikasi sekaligus meningkatkan pendapatan petani, pembinaan BUUD/KUD selanjutnya diatur dengan Inpres Nomor 2 tahun 1978. Kemudian dengan Inpres Nomor 4 Tahun 1984 pembinaan dan pemantapan sistem organisasi KUD makin disempurnakan.
Dalam rangka mengembangkan usaha tani kecil, pelaksanaan program intensifikasi dilakukan melalui pendekatan kelompok. Untuk itu dibentuk kelompok tani yang beranggota 25-30 orang, sebagai kelompok belajar dan sekaligus sebagai kelompok usaha untuk membina kerjasama antar petani. Sejak tahun 1974 diperkenalkan Intensifikasi Khusus (Insus) yang merupakan pengelolaan intensifikasi usaha tani padi pada hamparan kelompok. Penanaman serentak pada satu hamparan tersebut dilakukan juga dalam rangka menanggulangi ledakan hama wereng, sekaligus dibarengi dengan penggunaan varietas unggul tahan wereng (VUTW). Di samping itu, diterapkan pula Operasi Khusus (Opsus) untuk daerah-daerah yang belum terjangkau program intensifikasi, khususnya di wilayah terpencil atau wilayah produksi padi gogo dan gogo rancah. Dalam perkembangan selanjutnya digalang kerjasama antar kelompok tani dalam satu wilayah yang luas, seperti wilayah irigasi tersier atau Wilayah Kerja Balai Penyuluhan Pertanian (WKBPP).
Melalui berbagai pola intensifikasi tersebut di atas, petani makin terbiasa bekerja dengan menerapkan teknologi yang sesuai, sehingga produktivitas terus meningkat. Sementara itu dalam rangka mempercepat peningkatan produksi padi dilaksanakan pula upaya rehabilitasi dan pembangunan jaringan irigasi serta pencetakan sawah baru. Sawah-sawah baru tersebut segera dimanfaatkan dalam perluasan areal intensifikasi. Upaya peningkatan produksi melalui intensifikasi juga didukung oleh penyediaan pupuk yang diproduksi dalam negeri, pengembangan benih-benih unggul baru, serta kebijaksanaan harga dan subsidi yang memberikan perangsang pada petani untuk menerapkan teknologi baru. Terjadilah apa yang disebut Revolusi Hijau, yang mengantarkan pada salah satu keberhasilan pembangunan yang menonjol dalam PJP I, yaitu tercapainya swasembada beras pada tahun 1984. Pada tahun 1984 tersebut produksi beras mencapai 25,8 juta ton dengan luas panen 9,8 juta hektare, diantaranya luas panen intensifikasi sekitar 7,4 juta hektare, serta melibatkan sekitar 12 juta keluarga tani.
Meluasnya pelaksanaan program intensifikasi dengan menggunakan paket sarana produksi telah mendorong meningkatnya penggunaan pestisida secara kurang bijaksana yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan terbunuhnya musuh-musuh alami, serta timbulnya eksplosi hama. Berdasarkan Inpres Nomor 3 Tahun 1986 telah dilarang penggunaan 57 jenis pestisida, dan pengendalian hama terpadu (PHT) dijadikan sebagai strategi pengendalian llama dan penyakit. Para petani dilatih tentang penerapan teknik-teknik PHT melalui metode dinamika kelompok dalam Sekolah Lapangan PHT (SLPHT). Sejak tahun 1989 subsidi pestisida dihapus. Sementara itu dalam rangka meningkatkan pendapatan, taraf hidup dan kemandirian petani ditetapkan tatanan kelembagaan baru, yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, yang antara lain memberi kebebasan kepada petani untuk memilih pengusahaan komoditas yang paling menguntungkan.
Pada tahun terakhir PJP I produksi beras mencapai 31.318 ribu ton dengan luas panen 11,0 juta hektare diantaranya luas panen intensifikasi sekitar 9,5 juta hektare. Berdasarkan sensus pertanian tahun 1993 jumlah keluarga tani adalah 21,5 juta dengan pemilikan rata-rata lahan 0,83 hektare, yang sebagian besar mengusahakan tanaman pangan.
Struktur perekonomian Indonesia merupakan topik strategis yang sampai sekarang masih menjadi topik sentral dalam berbagai diskusi di ruang publik. Gagasan mengenai langkah-langkah perekonomian Indonesia menuju era industrialisasi, dengan mempertimbangkan usaha mempersempit jurang ketimpangan sosial dan pemberdayaan daerah, sehingga terjadi pemerataan kesejahteraan kiranya perlu kita evaluasi kembali sesuai dengan konteks kekinian dan tantangan perekonomian Indonesia di era globalisasi.
Tantangan perekonomian di era globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu bagaimana subjek dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia sejahtera. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sekarang ada 235 juta penduduk yang tersebar dari Merauke sampai Sabang. Jumlah penduduk yang besar ini menjadi pertimbangan utama pemerintah pusat dan daerah, sehingga arah perekonomian Indonesia masa itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.
Berdasarkan pertimbangan ini, maka sektor pertanian menjadi sektor penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Seiring dengan berkembangnya perekonomian bangsa, maka kita mulai mencanangkan masa depan Indonesia menuju era industrialisasi, dengan pertimbangan sektor pertanian kita juga semakin kuat.
Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi berbagai permasalahan. Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.
Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare juga relatif stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah karena pasokan air yang mengairi lahan pertanian juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi yang ada perlu diperbaiki. Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi dengan siklus cuaca El Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan global semakin mengurangi pasokan air yang dialirkan dari pegunungan ke lahan pertanian.
Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin murahnya produk pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia, dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.
Struktur tenaga kerja kita sekarang masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen (BPS 2009), selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari 1998 sampai 2008 untuk sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,36 persen, dan industri pengolahan 1,6 persen.
Sedangkan pertumbuhan besar untuk tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa sebesar 3,62 persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa pribadi 2,88 persen dan konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya memiliki pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa yang pertumbuhannya paling tinggi.
Data ini juga menunjukkan peran penting dari sektor pertanian sebagai sektor tempat mayoritas tenaga kerja Indonesia memperoleh penghasilan untuk hidup. Sesuai dengan permasalahan di sektor pertanian yang sudah disampaikan di atas, maka kita mempunyai dua strategi yang dapat dilaksanakan untuk pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia di masa depan.
Pertimbangan Dalam Perencanaan Usahatani
-pertimbangan ekonomis seperti pasar hasil, pasar faktor produksi, infrastruktur, dan nilai tambah
-pertimbangan tekhnis budidaya dan iklim
-pertimbangan sosial budaya masyarakat
-pertimbangan potensi dan daya dukung lahan berbagai macam jenis tanaman